Akademisi UNSOED Ciptakan Solusi Penanganan Limbah Batik
[unsoed.ac.id, Sen, 04/09/23] Usaha Kecil Menengah (UKM) batik Sokaraja tersandera masalah limbah industri batik yang memakan biaya tinggi dan sulitnya pengolahannya. Hal tersebut terungkap dalam penyuluhan tentang pengolahan Limbah Industri Batik oleh Dr. Ratna Stia Dewi, M.Sc Dosen Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), Jumat (1/9). Ketua Aliansi Batik Banyumasan Fauzan menguatkan statement tersebut, menurutnya limbah industri batik sulit diatasi dan memakan biaya tinggi. “Tahun 2019, kami para pengrajin batik Sokaraja dipaksa untuk menghentikan produksi hanya karena limbah industri batik mencemari lingkungan,” tambahnya,
Fauzan juga mengeluhkan “Ketika kami terjebak dalam permasalahan limbah saat itu, belum ada metode pengolahan sempurna dan sementara yang ada membutuhkan biaya tinggi” ungkapnya.
Turut hadir perwakilan dari Stasiun Pengawasan Sumber Daya Perikanan (PSDKP) KKP Cilacap Yogi Prasetyo SSi,. MSi, mengingatkan pada para pengrajin jika terjadi pencemaran dan mengakibatkan kematian ikan dapat berdampak hukum.
Menanggapi hal tersebut Doktor ahli Jamur dari Fakultas Biologi UNSOED Dr. Ratna Stia Dewi, M.Sc merekomendasikan metode pengolahan limbah industri batik ada unit pengolahan limbah secara terpadu terpusat. “Metode pengolahannya menggunakan miselium fungi atau jamur mikroskopik Aspergillus sp. strain unggul yg ditemukannya dan sudah mendapatkan paten sangat efektif untuk mendegradasi semua jenis limbah batik baik indigosol, naftol, procion,” ungkapnya.
Doktor yang konsisten meneliti jamur sejak strata 1 hingga doctoral ini menjelaskan harus dibuat terpusat, karena mempertimbangkan biaya pengolahan limbah ini tidak terlalu membebani harga pokok produksi para pengrajin. “Faktor harga sangat sensitif, maka jangan sampai peningkatan biaya pengolahan limbah akhirnya menurunkan daya saing produk kerajinan batik di Sokaraja,”tegasnya.
Dr. Ratna Stiadewi, M.Sc merekomendasikan pengolahan limbah dengan metode biologikal karena biaya relatif lebih murah, dan mudah. “Metode ini sudah tidak menyisakan limbah baru. Semua limbah diurai atau dalam tanda kutip termakan oleh jamur sebagai nutriennya, tanpa menyisakan residu seperti metode-metode lain,”ungkapnya.
Hal ini senada seperti yang dikemukan oleh Fauzan dari metode pengolahan limbah pernah ditwarkan oleh salah satu akademisi diluar unsoed pada tahun 2019, hasilnya masih menyisakan residu yang tidak terurai dan selain itu prosesnya memerlukan biayanya sangat tinggi. “Metodenya hanya memanaskan air limbah sehingga menyisakan residu yang tidak terurai. Pemanasan inilah yang kemudian menimbulkan biaya tinggi,” imbuh Fauzan.
Sementara Dr. Ratna Stiadewi, M.Sc yang alumni doctoral dari fakultas Biologi UGM ini mengemukan fakta bahwa para pengrajin menginginkan pengolahan limbah sangat instan. “Mereka ingin pengolahan limbah itu secepat mereka menuangkan air. Metode Biologikal ini membutuhkan waktu 12 jam dan atau lebih sempurna jika dilakukan 24 jam,” ujarnya. Dengan alat IPAL hasil inovasinya menggunakan fungi unggul dengan kemasan dilengkapi IoT dapat mengukur parameter lingkungan secara otomatisasi.
Berdasarkan kondisi dan tantangan di lapangan Dr. Ratna Stiadewi, M.Sc merekomendasikan kepada Pemda dan atau pemerintah membangun sentra pengolahan limbah yang terpusat dalam skala besar. “Jelas ini membutuhkan campur tangan pemerintah untuk mendanai Pembangunan fasilitas pengolahan limbah industri batik. Bantuan pemerintah untuk mendorong penjualan hasil kerajinan batik sudah tepat. Tetapi bantuan untuk membiayai pengolahan limbah juga harus dipihaki,” tegasnya.
#unsoedmajuterus
#merdekamajumendunia