ECOBATE (Ecoprint Batik Education) di Desa Wisata Guci
[unsoed.ac.id, Sen, 16/08/21] Adanya pandemi covid 19 berdampak besar bagi berbagai bidang salah satunya bidang ekonomi. Pandemi yang berkepanjangan ini mengakibatkan taraf ekonomi di Indonesia menurun salah satunya di desa wisata guci yang terletak di Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Hal inilah yang melopori mahasiswa PKM-PM UNSOED beranggotakan 5 orang yang di dampingi oleh Dr.Santi Handayani S.Si.,M.Si memberikan pengabdian berupa edukasi pengaplikasian pembuatan batik ecoprint pada karang taruna dan komunitas kompak desa wisata guci. Selain dari adanya faktor ekonomi tersebut, faktor sumber daya manusia dan sumber daya alampun ikut mendasari adanya kegiatan pengabdian ini.
Sesuai namanya, ecoprint berasal dari kata eco atau ekosistem yang berarti lingkungan hayati atau alam dan print artinya cetak. Sistem dengan menjiplak dedaunan dan kemudian merebusnya, mirip seperti proses pembuatan batik, maka sering juga disebut batik ecoprint. Namun, motif yang dihasilkan oleh sistem ecoprint ini lebih kontemporer dibandingkan batik yang digambar ataupun dicetak dengan motif batik yang klasik. Perbedaan lainnya, ecoprint tidak menggunakan alat seperti canting (alat seperti pena untuk membatik) dan bahan malam, namun menggunakan bahan yang terdapat di alam sekitar, seperti aneka dedaunan yang menghasilkan warna alami.
Langkah pembuatan ecoprint diawali dengan pengolahan kain atau mordanting yaitu perendaman kain menggunakan air tawas selama tiga hari. Sisa air tawas tidak dibuang begitu saja tetapi bisa dimanfaatkan untuk membersihkan kamar mandi. Proses mordanting ini untuk mempertahankan warna bahan atau kain dan membuka pori-pori agar motif tercetak dengan sempurna. Selanjutnya proses pencetakan dengan cara merentangkan kain setengah basah kemudian daun yang telah dipilih, ditata sedemikian rupa kemudian dipukul pukul dengan palu atau batu. Kekuatan dalam memukul harus dikendalikan agar daun tidak hancur dan warna meresap dengan baik pada kain.
Kemudian kain digulung pada kayu dengan mempertahankan posisi daun agar tidak bergeser. Setelah itu diikat kencang. Tahapan selanjutnya adalah pengukusan selama 2 jam. Pengukusan ini bertujuan agar warna dasar daun keluar.Setelah proses pengukusan selaesai, kain dibiarkan selama 3 hari, kemudian kain dibuka, dibersihkan dari sisa-sisa daun yang menempel di kain, maka motif sudah tercetak di kain.Proses terakhir adalah fiksasi dilakukan dengan merendam kain dengan air tawas dengan tujuan mengikat motif dan warna agar tidak luntur. Setelah itu kain dicuci menggunkan lerak dan dijemur di terik matahari.
Kain batik ecoprint yang telah jadi kemudian dapat di manfaatkan mitra dengan dibuat berbagai macam produk tepat guna yang memiliki nilai jual. Produk tersebut di antaranya bisa berupa masker, tas pounch, tas Tote bag, sarung bantal, taplak meja, kerudung, pigura dan lain sebagainya. Kain batik dan produk-produk ecoprint dapat di pasarkan oleh mitra melalui media online ataupun dipasarkan offline di kemudian harinya.
Para remaja karang taruna dan komunitas kompak sangat antusias dalam mengikuti kegiatan pengabdian ini. Di masa pandemi yang mengharuskan mereka tetap di rumah tidak menyurutkan antusias mereka dalam Mengikuti serangkaian kegiatan pengabdian edukasi pembuatan batik ecoprint.
Dengan adanya pengabdian berupa pengedukasian pembuatan batik ecoprint ini dapat menjadikan trobosan baru untuk membuka wirausaha di bidang ECO dan meningkatkan taraf ekonomi desa wisata guci, selain itu mitra yang di ajarkan juga mendapatkan pengetahuan dan skill baru dan sumber daya alam di desa wisata menjadi bernilai kebermanfaatannya. Selain itu dengan adanya kegiatan ini kami ikut andil melestarikan alam karena di setiap proses tidak menggunakan bahan kimia yang berpotensi merusak alam dan menimbulkan pencemaran, serta menginspirasi para generasi muda tentang batik ecoprint yang masih jarang di lestarikan di Indonesia terutama oleh anak-anak muda.
#unsoedmajuterus