Skip to main content
Submitted by ahmadlutfi on 24 September 2023
Wildan

Wildan Jamaluddin, atau kerap disapa Wildan, merupakan salah satu mahasiswa Unsoed berprestasi yang mengikuti program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka). Wildan berasal dari program studi Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan angkatan 2020. MBKM adalah program unggulan dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) yang dapat dikonversikan ke dalam SKS pembelajaran. Program MBKM yang diikuti oleh Wildan adalah program MBKM Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Batch 2 pada Tahun 2022. PMM sendiri merupakan program mobilitas mahasiswa selama satu semester untuk mendapatkan pengalaman belajar di perguruan tinggi lain di Indonesia. 

Universitas Mataram merupakan perguruan tinggi tujuan yang diikuti Wildan pada program PMM ini. Keberangkatannya menuju Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, tepat pada Bulan Agustus 2022 semester gasal (lima) dan selesai pada Desember 2022. Awalnya, Wildan mengatakan bahwa ia termotivasi oleh postingan di sosial media tentang pertukaran mahasiswa yang mengharuskan pesertanya untuk belajar di universitas lain di luar pulau. Ia sangat tertarik dengan kegiatan yang mengantarkannya ke lingkungan baru yang memiliki perbedaan budaya. Selain budaya Lombok yang menarik, ia antusias untuk memahami kebudayaan lain yang berasal dari peserta PMM berbagai wilayah di Indonesia yang datang ke Lombok. Baginya, dibiayai penuh oleh pemerintah untuk belajar sekaligus pergi ke Pulau Lombok yang merupakan salah satu destinasi yang sangat indah merupakan kesempatan emas yang tak boleh disia-siakan.

Dari sisi akademik, Wildan mengatakan bahwa ia ingin belajar lebih banyak mengenai akuakultur di universitas lain. Di Universitas Mataram ia mengambil program yang linear, sehingga banyak mata kuliah yang baru dan berbeda yang bisa ia pelajari dalam masa studinya di PMM. Program studi akuakultur di Universitas Mataram lebih difokuskan pada Akuakultur Budidaya Kelautan, tambahnya. Meski ia sangat menikmati program PMM di Lombok, namun pada awal ia tinggal masih perlu untuk beradaptasi terutama perihal makanan. Wildan yang berlatar belakang suku Sunda, terbiasa dengan makanan yang kurang pedas harus dapat beradaptasi dengan makanan-makanan pedas di sana. Kesulitan lain yang ia hadapi adalah di Lombok tidak ada kendaraan umum (seperti angkutan umum, bus, atau trans lokal) sehingga cukup sulit baginya untuk mobilisasi. Ia menambahkan bahwa kebanyakan penduduk lokal sudah memiliki kendaraan pribadi dan lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi tersebut dibandingkan dengan kendaraan umum. 

Wildan berbagi hal menarik lainnya yang ia alami saat PMM di Lombok terkait dengan tempat ibadah. Lombok memiliki julukan sebagai pulau seribu satu masjid dan Wildan memvalidasi hal tersebut memang benar adanya. Di Lombok, masjid-masjid besar jaraknya hampir berdekatan sehingga sangat mudah bagi Wildan yang seorang muslim untuk beribadah. Bahkan, ia selalu berganti masjid tiap kali melakukan ibadah Salat Jum’at. Jarak antar masjid yang berada di wilayah ia tinggal kurang lebih hanya sekitar 100 meter saja. Mayoritas agama di Lombok memang Muslim kemudian disusul Hindu pada urutan berikutnya, sehingga sering pula ditemukan masjid dan pura yang berdekatan bahkan berdampingan. 

Manfaat yang ia rasakan selama mengikuti program PMM adalah rasa toleransi yang ia miliki menjadi semakin bertambah, terlebih toleransi pada dirinya sendiri dan juga keagamaan. Karena pada PMM yang ia jalani, ia banyak menemui orang-orang dengan latar belakang yang berbeda-beda satu sama lain, baik dari segi budaya, agama, ataupun etnisnya. Ia mengatakan, dalam hal akademik tidak begitu sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya karena mereka yang berada di Universitas Mataram selalu terbuka dan senang untuk berbagi informasi terkait tugas, projek, ataupun praktikum. PMM yang Wildan jalani sangat berkontribusi pada perkembangan studinya. Selain mendapatkan konversi SKS, ia mendapatkan pengalaman lebih terkait pembelajaran (khususnya saat praktikum) di Universitas Mataram karena terdapat beberapa teknologi yang baru ia temukan di sana dan belum ada di Universitas asal. Hal tersebut sangat berpengaruh positif pada studi yang Wildan jalani.
 

Submitted by ahmadlutfi on 24 September 2023
Tenri

Jarak sejauh 1.375,3 km telah ditempuh oleh Tenri Rizki Azzahra, mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat 2021 asal Universitas Hasanuddin (Unhas), untuk mengikuti program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) ke Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Sesuai namanya program PMM ini merupakan sebuah program mobilitas mahasiswa selama satu semester untuk mendapatkan pengalaman belajar di perguruan tinggi di Indonesia sekaligus memperkuat persatuan dalam keberagaman. Pada Agustus 2023, Tenri bersama rombongan mahasiswa PMM 3 lainnya diberangkatkan menuju pulau Jawa. Meski sesungguhnya terasa berat, namun hal itu sama sekali tidak menyurutkan semangat mereka untuk mencari ilmu dan pengalaman yang lebih luas.

Keikutsertaan Tenri dalam program ini berawal dari iseng dan sekedar coba-coba saja. Sebatas mendengar cerita pengalaman dari kakak tingkatnya di Universitas Hasanuddin, ternyata ia mulai tertarik lalu mencari informasi lebih lanjut terkait PMM. Singkat cerita alur pendaftaran serta seleksi telah ia ikuti dengan baik. Tenri kemudian dinyatakan lolos menjadi mahasiswa PMM 3 ke Unsoed. Perasaan yang campur aduk melanda hatinya. Di satu sisi ia bahagia karena mampu menjadi mahasiswa yang terpilih. Namun di sisi lain juga merasa cemas dengan jauhnya jarak yang akan memisahkan dia dari keluarga dan kampung tercinta. Tenri dan kedua orang tuanya pun saling berunding. Kemudian atas berbagai pertimbangan, orang tua Tenri setuju dan memberi dukungan penuh kepada Tenri untuk melanjutkan program ini. 

Di Universitas Jenderal Soedirman, Tenri Rizki Azzahra mengikuti tiga jurusan sekaligus di dua fakultas yang berbeda, yaitu Jurusan Kesehatan Masyarakat (FIKES), Farmasi (FIKES), dan Manajemen (FEB). Fokus yang berbeda-beda dari ketiga jurusan tersebut menjadi tantangan bagi Tenri. Ia menyampaikan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari proses belajar di Unsoed maupun di Unhas. Satu hal yang sangat Tenri kagumi adalah sikap ramah yang ditunjukkan oleh teman-teman kelasnya di Unsoed. Mereka tidak segan untuk menyapa lebih dulu atau mengajak berbincang selama di kelas. Lingkungan yang positif tersebut sangat menunjang semangat Tenri selama menjalani program pertukaran mahasiswa di sini. 

Perjalanan Tenri sebagai mahasiswa PMM di Unsoed dihujani berbagai pengalaman baru yang menarik. Mulai dari perbedaan bahasa sehari-hari yang seringkali membuat ia bingung, cita rasa makanan yang belum cocok di lidahnya, cuaca Purwokerto yang jauh lebih sejuk dibandingkan Makassar, hingga perbedaan model jendela bangunan yang menurutnya aneh. Selama di Purwokerto Tenri tinggal di rumah kos bersama teman satu PMM yang kebetulan berasal dari Sulawesi juga. Maksud utama ia tinggal bersama kawan serumpun adalah untuk berjaga-jaga jika dikhawatirkan terjadi sesuatu. Rumah kos yang ia tinggali saat ini memang jaraknya cukup jauh dari kampus sehingga ia memerlukan transportasi berupa ojek daring untuk mobilisasinya. Tenri mengakui bahwa saat ini ia belum terlibat dalam kegiatan eksternal atau organisasi di kampus. Namun, Tenri sempat mengikuti kegiatan upacara peringatan kemerdekaan Indonesia ke-78 dengan menggunakan pakaian adat khas Sulawesi yang ia dapat dari tempat penyewaan baju. 

Manfaat yang sangat dirasakan oleh Tenri selama mengikuti program PMM ini adalah meningkatnya kemandirian pada dirinya sendiri. Tenri mengungkap bahwa ini adalah pengalaman pertamanya hidup jauh dari keluarga. Dengan segala kebutuhan yang serba terbatas, ia berusaha untuk tetap mengelolanya dengan baik. Pengalaman menimba ilmu dengan lingkungan baru semakin mendorong minatnya untuk mengikuti program Merdeka Belajar yang lain. Tenri berkata dengan antusias bahwa ia ingin lanjut mengikuti MSIB setelah program PMM ini berakhir. Harapannya ketika nanti kembali ke Makassar, ia dapat memotivasi teman-teman yang di sana melalui cerita dan pengalamannya selama mengikuti program PMM.
 

Submitted by ahmadlutfi on 24 September 2023

Reynaldi Eliazer Tumewu, yang akrab dipanggil Reynal atau Rey, adalah seorang mahasiswa dari Universitas Nusa Cendana di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tengah menjalani program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) di Program Studi Administrasi Publik di FISIP Unsoed. PMM memberikan peluang bagi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi untuk saling bertukar atau berkuliah di lingkungan perguruan tinggi lain yang kemudian akan dapat membantu mereka untuk memperdalam pemahaman akademik dan merasakan keberagaman budaya.

Alasan kuat Reynal mengikuti program ini adalah rasa ingin tahu terhadap hal-hal baru yang berbeda dari latar belakangnya, serta hasrat untuk memperkaya pengalaman hidupnya. Dengan bergabung dalam PMM, Reynal belajar tentang adaptasi dalam lingkungan yang berbeda dan memahami keragaman budaya. Keputusannya itu didasari oleh kesesuaian mata kuliah di universitas tujuan dengan program studi asalnya. Dalam perjalanan akademiknya di Unsoed, Reynal merasakan kebahagiaan dalam mendapatkan wawasan baru dari dosen-dosen yang memiliki pendekatan pembelajaran yang mendorong diskusi. Dalam pandangannya, hal ini adalah cara yang efektif untuk mengukur pemahaman dan pencapaian pribadi.

Perjalanan Reynal dalam mengikuti program PMM tidak datang tanpa tantangan. Ia menghadapi hambatan seperti adaptasi terhadap cuaca yang berbeda dari daerah asalnya, jadwal yang padat, dan persoalan finansial yang harus diatur sebaik mungkin. Dalam menghadapi kesulitan-kesulitan ini, Reynal merasa terbantu oleh fasilitas yang disediakan Unsoed dan bantuan yang diberikan untuk mengatasi kendala teknis dalam proses belajarnya. Ia mengalami culture shock saat beradaptasi di lingkungan baru. Salah satunya adalah perbedaan dalam cara mengindikasikan arah yang mengakibatkan kebingungan di antara perbedaan frasa yang digunakan untuk menunjukkan arah di tempat asalnya dan cara orang-orang di kota tujuan menggunakan istilah mata angin. 

Reynal menjelaskan bahwa program PMM memberikan sejumlah manfaat untuknya. Pertama, ia mendapatkan pengetahuan yang berharga untuk masa depannya. Kedua, ia menjalin hubungan dengan teman-teman yang memiliki latar belakang budaya yang beragam. Ia mengakui rasa bangganya dalam mengikuti program ini yang memang hanya dapat diikuti sekali seumur hidupnya. Ia berharap bahwa ke depannya proses program ini dapat disesuaikan dengan jadwal awal perkuliahan di universitas penerima sehingga mahasiswa yang menerima program ini tidak mengalami kendala yang tidak perlu.

Dengan antusias Reynal memberikan saran kepada mahasiswa lain yang tertarik untuk mengikuti program serupa. Ia menekankan pentingnya mempersiapkan diri secara matang dan memiliki dengan tekad yang kuat untuk mengikuti program ini. Reynal menegaskan bahwa PMM adalah peluang berharga untuk memperluas wawasan, belajar budaya baru, dan mengumpulkan pengalaman berharga yang tidak akan terlupakan selama dilakukan dengan niat dan keinginan yang tulus.
 

Submitted by ahmadlutfi on 24 September 2023
Fadhila

Fadhila Citra Permata merupakan seorang mahasiswi Universitas Jenderal Soedriman yang sedang menjalankan studi di Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik. Lahir di Bekasi pada Januari 2003, mahasiswi yang sering disapa Dhila ini sudah menempuh studi di Unsoed selama tujuh semester. Di semester lima, Dhila mengikuti salah satu program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diselenggarakan oleh Kemdikbudristek, yaitu program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM). Dhila memilih menjadikan Universitas Sumatera Utara (USU) yang terletak di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara sebagai tuan rumah dari program yang dia ikuti. Dhila tetap memilih Jurusan Sosiologi sebagai jurusan tujuannya selama mengikuti program PMM dengan maksud agar tetap linier dengan jurusannya di Unsoed. Meski demikian, dia juga mengambil beberapa mata kuliah di Jurusan Ilmu Komunikasi. 

Proses Dhila mengikuti program PMM diawali dengan mengikuti seleksi administrasi yang kemudian dilanjutkan dengan Tes Kebhinekaan yang berupa tes terhadap sikap kita terhadap kebhinekaan yang ada di Indonesia. Hal ini bertujuan agar peserta tidak kaget ketika mengikuti program PMM yang akan membuat mahasiswa bertemu dengan kebudayaan, lingkungan, dan teman-teman baru yang berbeda dengan lingkunga asalnya. Program PMM ini mengharuskan mahasiswa mengambil universitas tujuan yang berbeda pulau dengan universitas awal mereka.

Dhila juga sempat mengalami culture shock ketika awal masa perkuliahan di USU terutama karena kendala bahasa. “Di sini (Jawa) kalau cerita biasa menggunakan istilah ‘kita’, sementara di sana (Sumatera)  lebih sering menggunakan istilah “kami”. Di luar masalah bahasa, Dhila mengaku tidak menemui kendala berarti dan sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan di sana. “Teman-teman dari USU sangat solid dan merangkul sehingga aku lebih mudah berbaur di sana. Selain itu, beberapa dosen juga dipanggil kakak dan abang sehingga kita jadi lebih akrab dengan beliau-beliau karena terkesan tidak ada gap usia,” jelasnya. 

Diskusi dan tanya jawab selama perkuliahan di USU berjalan dengan aktif sehingga menambah insight Dhila selama belajar di sana. Dia juga diajak berjalan-jalan sampai ke kota lain di Pulau Sumatera dan belajar kebudayaan yang ada di sana pada mata kuliah Modul Nusantara. “Aku mendapat keluarga baru di sana; saling berkumpul dan bertukar pikiran karena teman-teman yang mengikuti PMM ini ada dari seluruh Indonesia. Jadi nggak cuma belajar kebudayaan Sumatera aja, tetapi juga dari Sabang sampai Merauke,” ungkap Dhila. 

Dia jua mengaku senang bisa mengikuti program ini karena ada beberapa mata kuliah yang tidak ada di Unsoed seperti Sosiologi Masyarakat Maritim dan Masyarakat Perkebunan. Hal itu menambah pengetahuan yang selama ini belum pernah Dhila dapatkan. PMM juga memberikan banyak pengalaman baru seperti pertama kalinya naik pesawat dan bertemu orang baru. Program ini dibiayai secara penuh oleh pemerintah, termasuk tiket pesawat pulang-pergi dan uang saku untuk biaya hidup. Dhila berpesan untuk adik-adik tingkat yang hendak mengikuti program ini agar tidak takut mencoba serta berani keluar dari zona nyaman karena program ini membuat mahasiswa bisa belajar dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. 
 

Submitted by android290374@… on 22 September 2023
Bayu

Salah satu program unggulan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang termasuk bagian dari  Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) adalah Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM). Bayu Ashila Nafis, salah satu mahasiswa berprestasi Universitas Jenderal Soedirman, adalah satu peserta program tersebut pada tahun 2022. Menekuni bidang ilmu Biologi di Fakultas Biologi Unsoed, mahasiswi yang kerap dipanggil Shila ini mengikuti program PMM di Universitas Mataram, Kota Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat karena mengaku telah jatuh cinta dengan keindahan Pulau tersebut.

Mengambil 6 Mata Kuliah dan 19 SKS di Universitas Mataram, Shila menjadi mahasiswa sementara di Fakultas MIPA dan Fakultas Ilmu Pendidikan. Berdasarkan penuturan Shila, mahasiswa PMM boleh memilih program studi yang tidak linier dengan program studi dari kampus asal. Hal ini memperluas pengetahuan Shila dan kawan-kawan lain yang mengikuti program PMM dalam hal menimba ilmu dari rumpun yang berbeda.

Kegiatan ini Shila ikuti mulai bulan Agustus-Desember 2022. “ Betah banget di sana. Kalau capek nugas langsung ke pantai karena dekat. Pantainya indah. Penduduknya sopan dan ramah banget,” tuturnya. Shila mengaku bahwa dengan mengikuti program PMM ini dia juga belajar untuk terbiasa dan terbuka dengan budaya yang berbeda-beda. Kota Lombok merupakan salah satu kota dengan kampus favorit para pendaftar program PMM. Di samping kotanya yang menjadi destinasi wisata internasional, kota Lombok juga mendukung atmosfir belajar para mahasiswa yang ada di sana dengan menyediakan sarana prasarana serta biaya hidup yang relatif terjangkau. Para peserta program PMM mendapatkan funding dari Kemendikbud mulai dari biaya keberangkatan, biaya hidup, biaya uang saku, hingga biaya pulang ke universitas asal.

Walaupun sempat mengalami culture shock karena harus beradaptasi dengan rasa makanan di sana yang sedikit berbeda dengan di pulau Jawa, Shila menikmati momen selama masa PMM dengan baik. Dia aktif baik di lingkungan akademik maupun non-akademik bersama dengan teman-temannya di sana. Dengan Mengikuti program PMM dia mendapatkan banyak teman baik sesama peserta PMM dari seluruh Indonesia maupun dengan mahasiswa asli Universitas Mataram yang kebanyakan penduduk asli Provinsi Nusa Tenggara. Hal ini membuatnya membuka link networking yang semakin luas dan lebih mengenal budaya dari seluruh pelosok nusantara.

Subscribe to Pertukaran Mahasiswa