UNSOED Kembali Tambah 5 Profesor Baru
[unsoed.ac.id, Kam, 09/11/23] Perguruan tinggi diharapkan untuk melakukan transformasi diri sebagai jawaban atas kebutuhan dan tantangan zaman di masa depan. Kualitas lulusan, kualitas dosen, serta kualitas kurikulum dan pembelajaran menjadi aspek atau indikator yang terukur, sehingga semuanya mengerucut pada mewujudkan sumberdaya manusia yang unggul dan berdayasaing global sekaligus berkarakter kebangsaan. Demikian disampaikan rektor Unsoed Prof.Dr.Ir Akhmad Sodiq M.Sc.,Agr.,IPU pada saat pengukuhan 5 profesor di Auditorium Graha Widyatama Prof.Rubijanto Misman, Kamis (9/11).
Lebih lanjut rektor mengatakan, telah menjadi komitmen kami di perguruan tinggi untuk mendorong karir dosen untuk menjadi pendidik professional dan ilmuwan. Alhamdulillah, tahun ini sungguh menjadi berkah bagi Unsoed di mana terdapat 40 (empat puluh) professor baru yang mendapat kepercayaan yang diberikan oleh negara dan pemerintah kepada para dosen Unsoed tersebut.
“Pemikiran para professor yang dikukuhkan telah menunjukkan otentisitas dan cara pandang yang visioner. Isu-isu yang diangkat, seperti penggunaan bakteri pertanian berkelanjutan, pemanfaatan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang ada, potensi alga dalam industri ramah lingkungan, strategisnya konsumsi halal dalam kualitas kehidupan, serta membaca politik dalam dimensi kultural, hakikatnya merupakan gagasan yang konstruktif dalam membangun peradaban dan kualitas kehidupan. Dengan kata lain, sungguh kami merasa bangga dengan pemikiran para profesor yang baru dikukuhkan ini, karena memiliki kekayaan ide yang solutif dan konstruktif,” ungkap rektor.
Adapun professor yang dikukuhkan yaitu:
1. Prof. Dr. Ir. Heru Adi Djatmiko, M.P. sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Bakteriologi Tanaman. Prof. Heru menyampaikan orasi ilmiah dengan judul “PGPR (Plant Growth – Promoting Rhizobacteria) Dalam Pertanian Berkelanjutan”. Dipaparkan, PGPR merupakan bakteri rizosfer pemacu pertumbuhan tanaman yang berperan langsung meningkatkan pertumbuhan tanaman dan secara tidak langsung melalui perannya sebagai biokontrol dan mengiduksi ketahanan tanaman.
Menurut Prof. Heru, peran PGPR terhadap pertanian berkelanjutan adalah sebagai substitusi pupuk dan pestisida kimia sintetik yang ramah lingkungan. Selain itu prospek PGPR dapat dibuat formula yang mudah, praktis, ramah lingkungan, aman bagi kesehatan tanaman dan manusia.
2. Prof. Dr. Oedjijono, M.Sc. sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Mikrobiologi. Dalam orasi ilmiahnya menyampaikan judul “Bakteri Tanah Pasir Besi untuk Agensia Biofertilizer dan Bioremediasi Limbah Tercemar Logam Berat”. Disampaikan, mekanisme isolat bakteri dalam mentoleransi dan mereduksi logam berat disebabkan oleh kemampuannya dalam mengakumulasi ion logam baik di dalam sel (absorpsi) maupun di luar sel (adsorpsi). Mekanisme tersebut antara lain melalui proses produksi eksopolisakarid, kelasi, presipitasi, pertukaran ion, bioleaching, enzyme-catalysed transformation, dan pompa efflux.
Berdasarkan kajiannya, beberapa genera bakteri asal tanah pasir besi memiliki potensi untuk pemulihan ekosistem yang tercemar logam berat, karena memiliki kemampuan merubah ketersediaan logam di lingkungan menjadi mudah diserap maupun menjadi tidak toksik dan tidak reaktif.
“Berdasarkan studi yang sudah dilakukan, beberapa genera bakteri asal tanah pasir besi berpotensi baik sebagai agensia biofertilizer (pupuk hayati) maupun agensia bioremediasi lingkungan tercemar logam berat,” jelas Prof. Oedjijono.
3. Prof. Dr. Dwi Sunu Widyartini, M.Si., sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Fikologi. Dalam orasi ilmiahnya menyampaikan judul “Potensi Alga Cokelat Sargassum Dalam Industri Batik yang Ramah Lingkungan”. Disampaikan, rumput laut Sargassum memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai bahan penghasil alginat. Meskipun tumbuh melimpah dan banyak keanekaragaman spesiesnya, namun keberadaannya melimpah hanya pada musim tertentu, perlu budidaya yang intensif sehingga berkelanjutan.
Menurut Prof. Dwi Sunu, Alginat yang terkandung dalam Sargassum berperan penting dalam berbagai industri, termasuk dalam pencapan batik. Penelitian lanjutan diperlukan untuk pengujian mutu kain batik dan pewarnaan yang tepat, tidak luntur, tetapi tetap ramah lingkungan dan berkelanjutan.
4. Prof. Poppy Arsil, S.T.P., M.T., Ph.D., sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Manajemen Pangan. Dalam orasi ilmiahnya menyampaikan judul “Enhancing Quality of Life : The Benefits of Halal and Locally Sourced Foods”. Disampaikan, atribut pangan lokal diantaranya murah, kualitas baik sehat dan unik dan mendukung petani dan ekositem lokal. Kualitas produk meliputi nilai gizi, lebih sehat, natural dan segar menjadi pertimbangan utama konsumer dalam membeli pangan lokal.
“Kebanggaan pada pangan lokal (ethnocentrims) juga menjadi indikator preferensi pangan lokal di pasar modern. Selain itu kemudahan dalam proses dan pengolahan pangan merupakan pertimbangan penting bagi konsumer karena gaya hidup yang lebih simpel dengan karakteristik pendapatan dan pendidikan yang lebih tinggi,” ungkap Prof. Poppy. Sistem pangan lokal memiliki efek berganda terhadap nilai sosial dan ekonomi antara petani sebagai produser dan konsumer sebagai pengguna. Bagi konsumer, membeli pangan lokal berarti memperkuat ekonomi lokal. Hal ini menunjukkan bahwa pangan lokal mampu memberikan efek positif terhadap perekonomian lokal.
Menurut Prof. Poppy, salah satu strategi yang bisa dikembangkan untuk mendekatkan masyarakat kota dengan pangan lokal adalah membuat “direct market” Misalnya penjualan langsung dari petani ke konsumer melalui saluran pemasaran “Pasar Petani” atau farmer market, mengembangkan komunitas masyarakat kota yang mendukung pertanian lokal dan mempromosikan pangan lokal secara lebih terarah dan tepat sasaran.
5. Prof. Dr. Sofa Marwah, S.IP., M.Si., sebagai Profesor dalam Bidang Ilmu Analisis Politik Indonesia. . Dalam orasi ilmiahnya menyampaikan judul “Politik Indonesia Dalam Dimensi Kultural : Membingkai Keterwakilan Politik Berbasis Keragaman Kelompok”. Disampaikan, Politik Indonesia hendaknya dipahami dalam spektrum yang luas, berlangsung dalam konteks politik yang beragam, baik dalam lingkup nasional, daerah maupun desa. Kesadaran terhadap keragaman tersebut akan berkontribusi pada penguatan agenda demokrasi, untuk menipiskan isu kesenjangan antar kelompok.
“Era kebijakan desentralisasi menjadi ruang politik yang terbuka bagi para pengambil kebijakan untuk mendesain kebijakan relevan. Partai politik diharapkan dapat secara peka memahami hal tersebut dan mengawalnya, sesuai fitrah partai politik yang sesungguhnya. Model keterwakilan politik berbasis keragaman kelompok yang disajikan disini barangkali menjadi awalan untuk merajut setiap keragaman yang kita miliki di nusantara ini. Hal itu dapat menggambarkan Politik Indonesia yang sesungguhnya,” jelas Prof. Sofa.
#unsoedmajuterus
#merdekamajumendunia