Skip to main content

LPPM UNSOED & Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman BRIN Kaji Penyebab ISPA dan OMA pada Balita

[unsoed.ac.id, Kam, 28/09/23] Tim peneliti LPPM Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)  yang terdiri dari dosen Fakultas Biologi dan Fakultas Kedokteran, serta Pusat Riset Biologi Molekular Eijkman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), melakukan Sosialisasi dan Lokakarya Penelitian Fundamental Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian Kepada Masyarakat  Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (DRTPM Kemdikbudristek). Acara bertempat di Aula Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Sabtu (23/9).

Kolaborasi penelitian ini difokuskan untuk menggali data terkait penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan salah satu bentuk komplikasinya yaitu Otitis Media Akut (OMA) pada anak usia 0-5 tahun. Sampel tes usap nasofaring (tenggorokan) yang didapat akan diuji di laboratorium untuk diidentifikasi gen atau DNA uniknya.

Berdasarkan laporan awal yang diterima, penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di wilayah Kecamatan Batur, Banjarnegara, mengalami peningkatan. Dari hasil temuan Puskesmas Batur 1 melaporkan sebanyak 1.267 anak usia 0-5 tahun suspek ISPA pada bulan Agustus 2023. Sementara di Puskesmas Batur 2, kasus yang ditemukan diperkirakan hanya sepertiga dari Puskesmas Batur 1.

Anggota Tim Peneliti LPPM dari Fakultas Kedokteran Unsoed, Dr. dr. Anton Budhi D MKes Sp THT KL (K) mengatakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membidik masalah ini karena ISPA menjadi penyebab penyakit pneumonia (radang akut pada paru) pada balita. Selain itu juga muncul penyakit lain seperti amandel, radang tenggorokan, sinusitis dan lainnya.

"OMA adalah salah satu komplikasi dari ISPA. Kami fokus untuk mengkaji pada anak (balita) karena anatomi saluran yang menghubungkan hidung, tenggorokan dan telinga itu lebih pendek, lebar dan mendatar. Sehingga anak lebih mudah mengalami komplikasi ISPA," jelas dokter pada RSUD Margono Soekardjo Purwokerto ini.

Dia mengatakan, para peneliti UNSOED memiliki kepedulian khusus terhadap penyakit ini. Pasalnya, untuk penanganan seringkali terjadi penggunaan antiobiotik secara berlebihan. Padahal penyebab penyakit ini adalah virus, bukan kuman.

Artinya, bila anak anak terus menerus diberikan antibiotik secara berlebihan maka, tubuhnya akan resisten. Resistensi tubuh anak ini tentu ke depannya dapat mengakibatkan pengobatan menjadi lebih mahal.

"Di Batur ini, karena dataran tinggi, saluran tuba telinga tengah itu membukanya lebih sulit atau fungsinya tidak berjalan semestinya. Kemungkinan anak untuk menderita OMA lebih tinggi. Saluran itu punya tiga fungsi, sebagai penyeimbang tekanan, proteksi kuman dari rongga hidung dan tenggorok tidak masuk ke telinga tengah dan mengalirkan cairan dari telinga tengah ke tenggorokan," katanya.

Staf peneliti BRIN, Yustinus Maladan, menjelaskan, penyebab pneumonia adalah salah satunya streptococcus pneumonie. Kemenkes sudah berupaya mencegah dengan menggunakan vaksin PCV 13.

"Untuk vaksin ini, hanya bisa mengcover 13 jenis bakteri penyebab pneumonia (serotipe). Untuk memastikan vaksin itu efektif maka kami perlu mengetahui serotipenya yang diatur dari DNA streptoccocus itu. Dengan pendekatan whole genome sequencing maka bisa dipastikan vaksin itu bisa bekerja atau tidak. Itu perlu dikontrol terus dan dipelajari terus," ujarnya.

Dia mengatakan, selama kurun waktu tiga bulan riset ini, pihaknya menargetkan akan mendapatkan sampel dari tes usap tenggorokan. Selanjutnya diperiksa di laboratorium untuk mendiagnosa temuan pneumonia kemudian diekstrak dan diidentifikasi gen atau DNA uniknya.

"Jangka panjangnya untuk pengujian efektivitas vaksin dan pembuatan vaksin baru," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Tim Peneliti LPPM UNSOE, Dr. Daniel Joko Wahyono M.Biomed mengatakan, penelitian ini bertujuan memberikan masukan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan yang tepat bagi penanganan penyakit ISPA dan OMA secara akurat. Riset ini masih terkait dengan penelitian BRIN yang dilakukan di tiga pulau di Indonesia.

"Riset tim LPPM UNSOED (Fakultas Biologi dan Fakultas Kedokteran) serta BRIN ini akan menjadi database pemerintah nasional, daerah dan menjadi masukan kepada masyarakat untuk pencegahan penyakitnya," kata dosen Fakultas Biologi Unsoed ini.

Camat Batur, Aji Piluroso mengatakan, selain ISPA dan OMA, pihaknya berharap pemerintah maupun para peneliti mengkaji persoalan stunting yang masih tinggi. Di Kecamatan Batur sejauh ini angka prevalensinya mencapai 24 persen dan 26 persen.

"Secara nasional prevalensinya 14 persen. Ini (penurunan angka stunting) masih menjadi pekerjaan bersama," kata dia.

#unsoedmajuterus

#merdekamajumendunia