Mahasiswa UNSOED Beri Pelatihan Pengolahan Limbah Organik Jadi Ecoenzyme
[unsoed.ac.id, Rab, 02/08/23] Pandemi Covid-19 membawa hobi baru dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah dengan memelihara tanaman. Namun, bagaimana jika tanaman yang telah dipelihara dan dirawat dengan sepenuh hati ini harus rusak karena serangan serangga hama? Tentu hal tersebut menjadi suatu kekhawatiran tersendiri. Hal ini dialami oleh ibu-ibu PKK di Desa Karangsalam Kidul, Kecamatan Kedung Banteng, Kabupaten Banyumas yang lokasinya berada di perumahan Sapphire Regency, Jl. KS Tubun, Purwokerto Barat. Selain masalah serangga hama ini, ibu-ibu anggota PKK juga mengalami masalah terkait pembuangan dan pengolahan sampah organik dari rumah tangga yang dapat menghasilkan 5 kg/rumah per hari. Hal ini diperparah dengan jadwal pengambilan sampah oleh pihak kolektor sampah yang tidak teratur hingga terjadi penumpukan sampah. Kondisi ini mengundang binatang-binatang, seperti kecoa, lalat, dan semut untuk datang. Seperti yang telah diketahui bahwa binatang-binatang tersebut adalah serangga hama permukiman yang dapat merugikan baik di bidang kesehatan, ekonomi, maupun estetika.
Permasalahan ini menggugah lima mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman, yaitu Raihanah Alya Zahra, Anisa Permata Aulia, Khofifah Noor Fatihah, Jumia Rosiyani, dan Shidqi Ryza Nugraha dari jurusan Biologi untuk memberikan solusi dalam menanggulangi permasalahan sampah dan serangga hama di perumahan ini. Solusi yang ditawarkan adalah dengan mengelola sampah organik menjadi sesuatu yang lebih bernilai guna. Salah satunya adalah dengan mengolahnya menjadi eco-enzyme yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai insektisida alami untuk menanggulangi serangga-serangga hama.
Raihanah Alya Zahra selaku ketua tim menjelaskan bahwa program ini, selain bertujuan menanggulangi masalah sampah dan serangga hama, juga memiliki beberapa tujuan lainnya. Tujuan ini diantaranya untuk menambah pengetahuan mengenai pengolahan dan daur ulang sampah, melakukan edukasi mengenai serangga hama dan dampaknya bagi masyarakat serta cara menanggulanginya, serta mengevaluasi efektivitas kegiatan pelatihan monitoring untuk memberikan pengetahuan tentang eco-enzyme yang berguna sebagai insektisida alami.
”Eco-enzyme sendiri merupakan cairan hasil fermentasi dari limbah organik buah-buahan, sayuran, batang sayur, dan limbah organik lainnya yang memiliki banyak manfaat. Manfaat eco-enzyme terbagi menjadi tiga, yaitu untuk pertanian (sebagai pupuk organik cair, pestisida nabati, insektisida nabati), untuk kesehatan (sebagai desinfektan, cairan pembersih), untuk rumah tangga (sebagai pengganti sabun mandi, pembersih lantai, obat kumur). Namun, pada program ini, tim PKM ini lebih berfokus pada manfaatnya sebagai insektisida alami,” jelasnya.
Saat ini, program pelatihan ini menjadi salah satu Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2023 yang lolos didanai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dr. Trisnowati Budi Ambarningrum, M.Si. selaku dosen pembimbing, berharap agar ide kreatif ini dapat menginspirasi generasi muda dan masyarakat lainnya untuk mengolah sampah organik, baik yang dihasilkan oleh diri sendiri maupun orang lain.
Lebih lanjut Raihanah menjelaskan bahan-bahan yang digunakan sebagai insektisida alami contohnya seperti kulit jeruk dan sereh. Bahan-bahan ini tidak disukai serangga karena kulit jeruk memiliki konsentrasi limonene sebesar 90-95%. Limonene merupakan senyawa kimia yang beracun bagi semut, nyamuk, lalat dan serangga lain. Sedangkan tanaman sereh mengandung sitronelol dan geraniol yang merupakan bahan aktif yang tidak disukai dan sangat dihindari serangga. Pada pembuatan eco-enyzme yang kami lakukan menggunakan formulasi 6:3:1 dimana 60% air bersih, 30% sisa sayuran atau kulit buah-buahan (terdiri dari 15% sampah kulit jeruk dan 15% sereh) dan 10% gula merah. Untuk perbandingan dari insektisidanya sendiri yaitu MES 1 kg, garam krosok/garam teknis 750 gram dan eco-enzyme 4 liter.
”Keistimewaan lain dari eco-enzyme salah satunya yaitu tidak memerlukan lahan luas dalam proses fermentasi seperti pembuatan kompos, bahkan tidak memerlukan wadah dengan spesifik tertentu. Eco-enzyme hanya membutuhkan media seukuran botol sehingga dapat menghemat tempat pengolahan. Botol-botol bekas pun dapat digunakan kembali sebagai wadah fermentasi. Hal ini juga mendukung konsep reuse,” ujarnya.
#unsoedmajuterus
#merdekamajumendunia